Terkait Rencana Pembangunan Tugu Perfilman, Provinsial SVD Ende, Pater Eman Ebu, Sebut Film Ria Rago Adalah Dokumen Milik Misi dan Dokumen Gereja

Pronvisial SVD Ende, Pater Eman Embu, SVD

Ende, Kelimutu Pos

Niat baik Pemprov NTT membangun tugu perfilman  di Koja Kanga, Dusun Nua Nelu, Desa Manulondo, Ende, NTT, menuai protes dari sejumlah kalangan. Pasalnya, kehadiran tim perwakilan melakukan pengukuran pada lokasi pembangunan tugu perfilman, mengenyampingkan keberadaan keluarga dari pemeran utama film Ria Rago. Mirisnya lagi, produser film saat itu dari pihak SVD juga diabaikan keberadaannya. 

Fakta sejarah hingga lahirnya film bisu pertama dan menjadi tonggak sejarah baru bagi dunia perfilman di Indonesia, menjadi hal yang tidak penting bagi tim utusan Pemprov NTT. 
Gereja dan misi" merujuk pada hubungan antara gereja sebagai lembaga keagamaan dan misi sebagai tugas panggilan untuk memberitakan ajaran agama dan melayani masyarakat, telah menghadirkan karya seni dibidang perfilman perdana di Indonesia.

Penegasan tersebut disampaikan Provinsial Serikat Sabda Allah (SVD) Ende, Pater Eman Embu, SVD, kepada media diruang kerjanya, Senin, 21/7/2025. Menurut Pater Eman Embu, film Ria Rago adalah bagian dari dokumen gereja dan dokumen misi, yang tidak bisa dipisahkan. Jika ada niat baik untuk membangun tugu perfilman, semestinya diberitahu dan dicari tau proses sejarahnya seperti apa.

"Prinsipnya kami mendukung hal-hal baik. Hal yang berkaitan dengan etika dikesampingkan tentu akan ada reaksi. Tetapi kita juga tidak mewajibkan orang untuk menyampaikan. Perlu diingat Dokumentasi Film Ria Rago, menjadi bagian dari sejarah gereja dan karya misi di Kabupaten Ende." tegas Pater, Eman Embu.

Jika ada rencana baik dari Pemprov NTT membangun tugu perfilman, sekaligus pengembangan sektor pariwisata, harus didukung sepenuhnya. Hanya saja prosesnya juga penting, karena kita tidak berorientasi pada keuntungan material dan finansial. Mungkin cara pandang berbeda, sehingga sesuatu yang menjadi dasar (etika) dikesampingkan oleh pihak tertentu.

"Harus tau dulu sejarah lahirnya film itu. Peran misionaris SVD dan keluarga pemeran utama sangat besar sekali. Itu sudah menjadi dokumen gereja dan dokumen misi yang tidak dapat dipisahkan. Sejarah bangsa juga beririsan, karena kita juga punya serambi Soekarno. Semestinya ada komunikasi dan penyampaian baik ke pihak keuskupan, provinsial dan juga keluarga. Ini soal etika saja yang berkaitan dengan nilai rasa, kita tidak memaksakan orang untuk beretika." jelas Pater Eman Embu, SVD.

Perjalanan panjang sejak tahun 1923, hingga lahirnya film bisu pertama, sudah tertulis rapih didalam lembaran sejarah. Hadirnya film bisu pertama dengan judul "Ria Rago" sebagai tonggak baru bagi dunia perfilman di Indonesia. Sayangnya, niat baik Pemprov NTT, membangun monumen perfilman, sebagai napak tilas sejarah perfilman di Indonesia, mengabaikan keluarga besar garis keturunan Ria Rago.

Kekecewaan tersebut disampaikan sejumlah keturunan langsung Ria Rago, melalui salah satu perwakilan keluarga, Emanuel Baru. Menurutnya, sebagai salah satu keturunan langsung dari Ria Rago, merasa kecewa dengan tim dari Pemprov NTT. Kehadiran mereka dalam kaitan dengan rencana pembangunan monumen atau tugu perfilman di Koja Kanga, Dusun Nua Nelu, Desa Manulondo, Ende. Namun kehadiran tim tersebut  tidak menghargai keberadaan keluarga besar Ria Rago, dan terkesan ingin merubah catatan sejarah yang sudah tertulis rapih.

"Kami sangat kecewa, janji dari tim mau bertemu nyatanya sampai sekarang tidak direalisasi. Kondisi ini mengharuskan kami keluarga besar Ria - Rago, mengambil langka berkonsultasi langsung dengan Uskup Agung Ende. Ada beberapa catatan dan pesan yang disampaikan ke keluarga. Prinsipnya baik pihak keluarga dan pihak SVD tetap menanti saja." ungkap Emanuel.(kp/sb)



Lebih baru Lebih lama