Ketua Presidium PMKRI Santo Yohanes Don Bosco cabang Ende, Oktavianus Ericson Rome |
Ende,KP
Polemik terkait pembangunan Waduk Lambo didesa Rendubutowe, kabupaten Nagekeo, menyita perhatian publik. Program pembangunan yang semestinya berdampak positif bagi masyarakat, kini meninggalkan duka bagi pemilik tanah ulayat adat. Perlawanan masyarakat sebagai bentuk protes untuk mempertahankan hak milik mereka. Kuat dugaan kehadiran aparat keamanan tidak menyelesaikan masalah namun menciptakan konflik baru. Tindakan represif aparat keamanan kian menyulut perlawanan dari masyarakat. Masyarakat Rendubutowe bukan anti pembangunan dan menolak program pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Mereka memberikan dukungan untuk pembangunan waduk Lambo asalkan tidak dibangun diatas tanah ulayat mereka. Perjuangan masyarakat Rendubutowe mendapat dukungan dari berbagai kalangan dan aktifis. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Flores - Lembata dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) cabang Yohanes Don Bosco, berkomitmen untuk terus berjuang bersama masyarakat Rendubutowe, menyuarakan kebenaran dan mempertahankan hak ulayat adat masyarakat.
Sikap tegas tersebut disampaikan Ketua Presidium PMKRI Sato Yohanes Don Bosco cabang Ende, Otavianus Erikson Rome, kepada media ini Minggu 12/12. Menurut Erikson, sikap tegas yang diambil organisasi PMKRI Santo Yohanes Don Bosco cabang Ende, tentu memiliki pendasaran yang kuat dan jelas. Perjuangan kita bersama masyarakat adat Rendubutowe tidak dalam konteks menolak program pembangunan, tetapi memberikan solusi dan jalan keluar dari konflik yang ada kepada pemerintah, sekaligus mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan aparat kepada masyarakat. Banyak sudah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Pertiwi, dan saat ini juga dialami masyarakat adat Rendubutowe. Kita tetap komit untuk terus mendampingi dan berjuang bersama masyarakat mempertahankan hak-hak masyarakat.
"Harus diingat institusi besar lahir dari rahim masyarakat. Masyarakat bukan musuh yang harus dihancurkan tetapi masyarakat wajib mendapatkan perlindungan dari aparat. Sangat disayangkan kasus pelanggaran ham oleh aparat yang terjadi di kabuapten Nagekeo, provinsi nusan NTT, berkaitan dengan proses penolakan yang dilakukan oleh warga tiga desa atas penunjukan lokasi pembangunan Waduk Lambo oleh Pemerintah Daerah Nagekeo, tidak direspon dengan baik oleh pemerintah. Buntutnya aksi-aksi tersebut berujung bentrok, gesekan antara masyarakat dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja Nagekeo, oknum kepolisian dan juga oknum satuan Brimob, yang melakukan kekerasan fisik terhadap masyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo. Dampak dari kejadian ini dua orang ibu, Bibiana Doe dan Maria Sana, jatuh pingsan, serta puluhan warga lainnya jatuh dan ada yang terinjak dan harus mendapatkan perawatan medis. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Nagekeo dan Brimob Ende terjadi lagi. Pada jumad, 09 desember 2021 pukul 10.45, aparat Kepolisian Nagekeo dan Brimob Ende yang di koordinir oleh kasat intel kembali melakukan tidakkan kekeras pada masyarakat Rendubutowe. Hal ini bermula dari tindakan aprat yang memaksa memasuki lokasi pembangunan. Akibatnya terjadi aksi saling dorong dan aksi telanjang dada oleh ibu-ibu. Aksi ini kembali lagi terjadi pada pada sabtu, 10 desember 2021, diduga kuat aparat kembali melakukan tindakan represif kepada masyarakat. Pada puda pukul 08.30, aparat Polres Nagekeo bersama anggota Brimob yang di kordinir oleh Kasat Intel Polres Nagekeo, Serfolus Tegu, masuk ke wilayah desa Rendubutowe mengawal tim pengukur untuk masuk ke lokasi. Aparat polres nagekeo bersama anggota brimob serta tim pengukur memaksa masuk ke lokasi dengan kembali merusak pagar yang baru dibangun warga paska kerusakan dihari sebelumnya. Aksi saling dorong antara aparat dan keamanan pun kembali terjadi. Pada pukul 09.00 Wita aparat keamanan beserta tim pengukur berhasil masuk ke lokasi di Lowo Se.
Dari rentetan peristiwa diatas PMKRI Cabang Ende menilai bahwa aparat keamanan dalam hal ini aparat Polres Nagekeo dan Brimob Ende telah melamggar Undang-undang." tegas Ketua Presidium.PMKRI Ende, Oktavianus Erikson Rome.
Fungsi dan tugas Kepolisian lanjut Ketua Presidium.PMKRI cabang Ende, Oktavianus Ericson Rome, adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Hakikat dasar ini sejalan dengan tujuan besar dari institusi kepolisian RI mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat, dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Pasal 13 UU No 2 tahun 2002 menjelaskan tentang tiga tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi yang terjadi dilokasi pembangunan waduk Lambo, sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh orang nomor satu di jajaran kepolisian daerah (Polda) NTT. Menurutnya, kehadiran Polri di lokasi pembangunan waduk Labo dalam rangka pengamanan dan menjamin proyek strategi nasional berjalan dengan baik, aman dan sesuai target penyelesaian yang telah direncanakan. Targetnya pembangunan waduk Lambo dapat segera diberdayakan dan memberikan manfaat bagi masyarakat NTT. Melihat persoalan kemasyarakatan yang terjadi, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende Santo Yohanes Don Bosco, sebagai organisasi perjuangan dan pergerakan sangat tergerak hati serta pikiran untuk terlibat langsung dengan mengambil langkah-langkah sebagai bentuk perwujudan perjuangan riil yang di emban oleh kaum intelektual yang didasari pada Visi Terwujudnya Keadilan Sosial, Kemanusiaan dan Persaudaran Sejati. Serta Misi perjuangan, Berjuang dengan terlibat dan berpihak kepada kaum tertindas melalui kaderisasi Intelektual Populis, yang dijiwai nilai-nilai Kekatolikan untuk terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan Persaudaraan Sejati.
"PMKRI menilai telah terjadi pelanggaran Ham yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Nagekeo dan Brimod Ende, terhadapat masyarakat di desa Rendu butowe. Memang pada hakekatnya kita sudah merdeka bahkan hidup dalam ruang reformasi dan demokrasi akan tetapi kita harus berkata jujur, bahwa pada kenyataanya kita masih ditindas oleh orang-orang kita sendiri yang mempunyai kekuasaan untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok saja. Berdasarkan fakta lapangan yang ada, PMKRI Cabang Ende Santo Yohanes Don Bosco bersama dengan masyarakat Adat Lambo menyatakan sikap secara tegas meminta Presiden Joko Widodo untuk membuka ruang dialog dengan masyarakat, terkait Lokasi pembangunan Waduk di Lowo Se. PMKRI mendesak Kapolda NTT untuk segera memanggil oknum aparat yang terlibat dalam kontak fisik dengan warga di lokasi pembangunan waduk Lambo. PMKRI juga menyatakan sikap untuk terus berjuang menyarakan kebenaran dan bersama masyarakat adat Rendubutowe mempertahankan hak ulayat masyarakat." jelas Oktavianus Ericson Rome.
Lebih jauh dijelaskan Oktavianus Erikson Rome, Hak asasi manusia berkaitan dengan hak dasar (basic rights) merupakan hak prioritas mutlak dalam masyarakat nasional maupun internasional, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik dalam arti material maupun non-material.
Hak-hak tersebut antara lain hak hidup, hak atas keamanan minimum, hak untuk tidak diganggu, bebas dari perbudakaan dan perhambaan, bebas dari penyiksaan, pengurangan kebebasan yang tidak berdasar hukum, diskriminasi dan tindakan lain yang mengurangi martabat manusia. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), pengertian HAM adalah hak yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB Declaration of Human Rights 10 Desember 1948), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat.
Hak asasi manusia di Indonesia tertuqng dalam UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
"Pelanggaran HAM berat merupakan tindakan yang melanggar hak asasi seseorang atau kelompok dan menyebabkan tercabutnya hak tersebut. Kasus pelanggaran ham di bedakan dalam dua jenis yakni pertama, kasus pelanggaran HAM berat adalah kejahatan kemanusiaan yang meliputi pembunuhan, perbudakan, penganiayaan hingga cacat, apartheid, dan genosida. Kedua kasus pelanggaran HAM ringan adalah pencurian, pencemaran nama baik, penghinaan, pengancaman, kekerasan fisik ringan, dan tindakan yang menghalangi aspirasi.
Setiap tanggal 10 Desember, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk itu, kita tidak boleh melupakan kasus pelanggaran HAM. Menilik catatan sejarah, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cukup banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia. Contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia di antaranya tragedi G30S/PKI, Petrus, Tragedi Trisakti, sampai dengan Pembunuhan Munir.
Jumlah kasus pelanggaran ham pada tiga tahun terakhir sangat memperhatikan. Jumlah kasus pelanggaran ham yang dicatat oleh Yayasan Bantuan Hukum Indonesia sebanyak 202 kasus. 202 kasus ini merupakan kasus pelanggaran ham yang di lakukan oleh oleh pihak kepolisia republik indonesia. Pada tahun 2019 jumlah kasus peelanggaran ham sebanyak 51 kasus, pada tahun 2020 sebanyak 105 kasus dan pada tahun 2021 berjumlah 46 kasus. Kasus pelanggaran ham yang dilakukan oleh pihak kepolisian juga terjadi di kabuapten nagekeo, proponsi nusan tengara timur (NTT). Proses Penolakan yang dilakukan oleh warga tiga desa di Kabupaten Nagekeo atas penunjukan lokasi pembangunan Waduk Lambo oleh Pemerintah Daerah Kepemimpinan Bupati Nagekeo namun tidak direspon dengan baik oleh pemerintah sehingga aksi-aksi tersebut berujung bentrok, gesekan antara masyarakat dengan Aparat Satuan Polisi Pamong Praja Nagekeo, oknum kepolisian dan oknum satuan Brimob yang melakukan kekerasan fisik terhadap masyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo." tutup Oktavianus Ericos Rome.(kp/tim)