Rapat Paripurna DPRD Ende, penyampaian hasil kerja pansus LKPJ
Ende, KP
Duka masih dirasakan tujuh kelompok nelayan di Kecamatan Ende Selatan. Pasalnya rumpon sebagai tempat mencari ikan yang hanyut terseret arus laut tahun 2020 saat terjadi badai dan gelombang, hingga kini belum diganti. Menariknya dipenghujung tahun 2020 Pemkab Ende mengalokasikan anggaran 3,3 Miliar dari 14 Miliar dana intensif daerah (DID) untuk pengadaan rumpon. Dugaan kuat aroma korupsi dalam proses pengadaan rumpon yang sempat terungkap pada sidang paripurna DPRD, mulai tericum diruang publik. Praktek pilih kasih dan prioritas kelompok tertentu kian mendekati kenyataan. Apalagi soal pemanfaatan rumpon yang tidak memenuhi asas manfaat. Ibarat kata pepatah, Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak. Itulah kondisi yang dialami tujuh kelompok nelayan yang bermukim tidak jauh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Ende. Mereka saat ini cuma bisa bermimpi dan terus bermimpi, kapan bisa mendapatkan bantuan rumpon dari Pemkab Ende.
Kepastian belum.diterimanya bantuan rumpon bagi tujuh kelompok nelayan disampaikan mantan ketua dewan pimpinan cabang (DPC) himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI), M. Farid Numba, kepada media ini, Sabtu 5/6. Menurutnya, hingga saat ini belum ada satupun bantuan rumpon yang diterimah tujuh kelopok nelayan yang menetap di wilayah Kecamatan Ende Selatan. Tujuh kelompok nelayan tersebut diantaranya, kelompok Ikan layar, Ikan kopmbong, Sirip biru, Ikan tongkol, Gunung Ia, Ikan tuna dan kelompok Gunung meja.
"Tujuh kelompok nelayan saat ini ibarat sedang bermimpi dan mungkin merwka terus bermimpi, kapan bantuan rumpon iti bisa diterima. Saya menduga ada skenario yang sedang dimainkan sehingga kelompok nelayan yang bermukim di sekitar kantor DKP sampai hari ini belum mendapatkan bantuan rumpon. Mereka ini juga sebagai korban yang sama-sama kehilangan rumpon saat terjadi badai dan gelombang pertengahan tahun 2020 lalu. Sungguh disayangkan kelompok nelayan yang jauh sudah mendapatkan bantuan rumpon, sementara yang dekat belum medapat bantuan rumpon. Mereka kehilangan mata pencaharian ditengah pandemi covid 19. Substansi dasar dari pengalokasian dana intensif daerah (DID) untuk peningkatan ekonomi masyarakat sesuai arahan pemerintah pusat. Sayangnya substansi dasar ini diabaikan, kuat dugaan ada skenario menutup kebobrokan dibalik semua ini. Kita minta aparat penegak hukum segera mengusut tuntas pengaduan masyarakat nelayan dan pengadaan rumpon yang dinilai tidak memenuhi asas manfaat." tegas M. Farid Numba.
Kalau kita mencermati apa yang disampaikan wakil rakyat dan rekomendasi tim pansus LKPJ Bupati tahun 2020, lanjut Farid Numba, dana 3,3 Miliar tidak tepat sasaran. Musibah besar yang menimpa para nelayan, kenapa harus nelayan lagi yang menjadi korban. Sangat di sayangkan praktik kolusi, nepotisme, dan korupsi masih tumbuh subur. Para nelayan ibarat sudah jatu tertimpa tangga pula. Mereka menanggung beban penantian yang tidak pasti. Apalagi sudah sekian lama para nelayan menunggu bantuan rumpon tersebut.
"Mereka ini masuk dalam kelompok korban bencana ditengah pandemi covid 19. Harapan mereka mendapatkan bantuan rumpon sebagai pengganti rumpon yang hilang, hanya sebatas mimpi belaka.
Sementara kita dengungkan terus agar penangkapan ikan tidak lagi menggunakan bahan peledak yang merusak terumbu karang. Sayangnya janji hanya tinggal janji sampai saat ini kelompok nelayan terus menanti didalam mimpi yang tidak pasti. Belakangan muncul temuan dan pengaduan masyarakat terkait pengadaan rumpon yang tidak memenuhi asas manfaat. Kepada pihak terkait kepolisian, kejaksaan atau KPK, segera telusuri penggunaan dana tersebut sampai tuntas, sehingga menjadi terang benderang diruang publik." tutup M. Farid Numba.(kp/tim)