Duka pedagang pasar Mbongawani, Mengais Rejeki Ditengah Lumpur dan Genangan Air

Pedagang Pasar Mbongawani, mengais rejeki ditengah lumpur dan genangan air.

Ende,Kp

Pemandangan miris kembali tersaji di Pasar Mbongawani. Para pedagang harus mengais rejeki diatas lumpur dan genangan air. Ironis memang kondisi ini terus terjadi. Tanpa fasilitas yang disediakan  pemerintah, kewajiban membayar retribusi dan uang kebersihan tetap dikenakan kepada mereka. Sampai kapankah kondisi ini terus terjadi? Atau ini menjadi satu tradisi "unik" yang perlu dilestarikan? Butuh sikap tegas pemerintah untuk mengakiri fenomena miris di Pasar Mbongawani.
Pantauan media ini langsung dilokasi Pasar Mbongawani, Sabtu 8/5, terlihat jelas sejumlah pedagang menggelar barang dagangannya diatas lumpur dan genangan air. Mereka terpaksa mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli pasir urukan, menimbun genangan air yang berada didepan barang dagangannya. Untung belum didapat, tetapi beban dan kewajibannya tetap mereka penuhi. 
Kepada media ini Sabtu 8/5, mama Maria Reku, pedagang siri pinang yang sudah 12 tahun berjualan di Pasar Mbongawani menuturkan suka dukanya. "Sejak kematian suami dua belas tahun lalu, saya memutuskan untuk berjualan di Pasar Mbongawani. Demi menyambung hidup dan membiayai kebutuhan serta biaya sekolah anak saya, terpaksa saya berjualan dipasar ini. Memang kami sadar berjualan ditepi jalan masuk ini sebenarnya menyalahi aturan. Namun kondisi yang memaksa kami harus memilih tempat ini. Setiap hari kami tetap memenuhi kewajiban kami membayar retribusi dan uang kebersihan. Untuk retribusi kami diwajibkan membayar 2000 rupiah per hari, sedangkan uang kebersihan 3000 rupiah perhari. Kami tetap memenuhi kewajipan kami walau kadang belum mendaoat keuntungan. Kondisi sulit kami rasakan jika terjadi hujan. Jalanan menjadi berlumpur dan banyak genangan air. Namun bagi kami tidak ada pilihan lain dan tetap berjualan walau diatas lumpur dan genangan air. Kami minta ada sikap tegas dari pemerintah melakukan penertipan sehingga semua pedagang bisa mengisi lapak yang sudah disiapkan pemerintah. Kalau penertipan hanya dilakukan sesekali, tentunya pedagang lain akan kembali berjualan dibadan jalan. Kita yang menempati los didalam pasar pasti akan menanggung kerugian, karena pengunjung lebih memilih beberbelanja pada pedagang yang ada dipinggir jalan." Ungkap Mama Maria Reke.
Duka yang sama juga disampaikan Dominggus Lesi, pedagang siri pinang yang sudah berjualan selama tiga puluh tahun lebih. Kepada media ini, Dominggus menuturkan kekecewaanya kepada pemerintah yang dinilai tidak tegas dalam mengambil sikap. "Saya sudah tiga puluh tahun lebih berjualan mulai dari pasar lama hingga dipindahkan ke Pasar Mbongawani. Kewajiban kami tetap kami penuhi membayar retribusi dan uang kebersihan. Sayangnya kondisi jalan yang sudah rusak sejak beberapa tahun lalu tidak pernah diperbaiki. Jika terjadi hujan pasti akan terjadi genangan dan lumpur disepanjang badan jalan didalam pasar. Seperti hari ini, terpaksa sata harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 50.000 ribu rupiah, menggunakan jasa ojek mengangkut pasir urukan. Pasir tersebut saya gunakan untuk menutup genangan air didepan barang dagangan saya. Kita minta pemerintah untuk memperbaiki kondisi jalan didalam areal pasar, sehibgga pedagang dan pengunjung bisa beraktifitas dengan baik. Kalau musim hujan seperti ini banyak genangan air dan lumpur yang bisa membahayakan bagi pedagang dan pengunjung pasar. Kita berharap ada sikap tegas pemerintah mengatur pedagang untuk menempati los pasar yang sudah disiapkan. Jangan hanya menagih retribusi dan uang kebersuhan sementara pedagang dibiarkan berjualan hingga diatas badan jalan." pinta Dominggus Lesi.
Pantauan langsung media ini dilokasi Pasar Mbongawani, Sabtu 8/5, akibat guyuran hujan sejak malam hingga siang tadi, genangan air dan lumpur terlihat dibeberapa titik didalam pasar. Pebgunjung pasar terlihat sangat berhati-hati melintasi jalan didalam pasar yang digenangi air dan lumpur. Sementara para pedagang yang berjualan dibadan jalan juga terlihat menutup barang dagangannya, menghindari percikan lumpur dan air. Pemandangan miris ini sebenarnya tidak perlu terjadi, dimana lokasi pasar induk berlantai dua belum optimal digunakan. Masih banyak lapak yang terlihat kosong. Sementara loksai los pasar lama juga terlihat kosong, sayangnya kondisi los pasar lama terlihat gelap akibat minimnya penerangan.(kp/tim) 

Lebih baru Lebih lama